Saat perempuan sudah mulai dewasa, pikirannya tak lagi sederhana. Bahkan untuk jatuh cinta saja, mereka terlalu banyak menimbang-nimbang. Jatuh cinta tak lagi sekadar kesukaan soal fisik atau soal baik. Lebih dari itu, jatuh cinta lebih terhadap soal nyaman. Seberapa nyaman saat kau bercerita bersamanya. Seberapa nyaman saat kau pergi berdua dengannya. Jatuh cinta pada umur yang sudah dewasa selalu berujung pada pertanyaan-pertanyaan bagaimana jika aku bosan setelah beberapa bulan menikah dengannya? bagaimana jika banyak sifat yang tak aku suka darinya setelah kami menikah? dan bagaimana jika nanti aku jatuh cinta kepada pria lain setelah kami menikah? Ah, sungguh. Adakah perempuan lain merasakan hal yang sama seperti ini?
Jatuh cinta saja tidak sederhana, apalagi menikah. Sungguh hebat bagi perempuan-perempuan yang memilih untuk menikah bahkan menikah dalam usia muda. Ia sanggup untuk membagi waktu mudanya dengan mengurus dirinya dan suaminya. Setiap pagi ia akan bangun dan menyiapkan kopi hingga sarapan untuk suaminya. Begitu juga siang, malam. Ia pasti akan selalu memikirkan menu makanan untuk suaminya. Memikirkannya saja, ah. Luar biasa! Berani, hebat, dan mulia, itulah pendapat saya soal perempuan yang menikah.
Pagi ini, ketika menulis ini, terbersit di pikiran saya, haruskah seorang perempuan menikah? Bagaimana jika ia memilih untuk menikmati hidupnya sendirian, melakukan hal-hal yang ia sukai sendirian?
Tapi, perempuan… kamu juga tahu bahwa terkadang sendirian membuatmu kesepian.
Lalu, haruskah seorang perempuan menikah?
Yogyakarta, 19 September 2017
Komentar
Posting Komentar